Pada hari Kamis, tanggal 10 Januari 2019 di Jakarta, GAMATRINDO hadir dalam acara FGD konsep modul pelatihan pencegahan dan penanganan penggunaan flame retardant di sektor manufaktur, yang diselenggarakan oleh Kemenperin. Kegiatan ini merupakan tahap ke empat dari serangkaian kegiatan sebelumnya. Terakhir kegiatannya adalah pelaksanaan pelatihan di Jawa Timur, sebelumnya di Jawa Barat. Namun karena terbatas tempat peserta mungkin ada beberapa anggota GAMATRINDO yang tidak dapat mengirim karyawannya.
Polybromodiphenyl ethers (PBDE) termasuk kelompok Brominated Flame Retardants (BFR) yang paling umum digunakan sebagai penghambat api (flame retardant). BFR banyak dipakai karena harga yang murah dan efisiensi yang tingg dalam menghambat pembakaran dengan cara melepas atom bromin pada temperatur tinggi, atom bromin mengikat radikal bebas dan menghentikan reaksi kimia yang memulai pembakaran dan memungkinkan penyebaran api. PBDE yang banyak digunakan yaitu decaBDE (97% BDE-209), ditambahkan pada berbagai polimer plastik seperti polivinil klorida, polikarbonat, dan high-impact polystyrene (HIPS). Salah satu yang menggunakannya antara lain produk elektronik rumah tangga termasuk peralatan elektronik, dan untuk pelapis belakang di tekstil (furnitur, kendaraan bermotor, dan karpet).
Penggunaan jenis flame retardant khususnya PBDE dikuatirkan adanya potensi paparan bahaya bagi kesehatan, yang mampu menganggu sistem hormon, dalam perkembangan dan pertumbuhan seksual, penurunan sistem kekebalan tubuh, dan berpotensi menyebabkan kanker. Oleh karena itu PBDE telah disetujui untuk masuk dalam daftar Persistent Organic Pollutants (POPs) dalam Konvensi Stockholm, dan Pemerintah Indonesia telah meratifikasinya melalui Undang-Undang No. 19 Tahun 2009 (Stockholm Convention 2009).
Dengan tujuan mengurangi emisi PBDEs dan UPOPs melalui perbaikan siklus manajemen produksi dan pengolahan plastik mengandung PBDEs, maka Kementerian Perindustrian Republik Indonesia dan United Nations Development Programme, yang didukung oleh Global Environment Facility (GEF), menyusun pembuatan modul pelatihan. Saat FGD dilaksanakan merupakan hasil daripada uji coba penerapan modul pelatihan yang telah dilaksanakan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Dalam diskusi saat FGD tersebut, berkembang wacana sertifikasi, baik melalui penyusunan SKKNI atau melalui Kebijakan Kemenaker. Namun GAMATRINDO mengingatkan kepada peserta rapat, disamping waktu pelatihan juga perlu dipertimbangka terkait adanya biaya sertifikasi. Dengan memahami kondisi industri dalam negeri saat ini. Kita mengharapkan Pemerintah tidak gegabah menerbitkan kebijakan. Harus ada pedoman bagi K/L untuk melakukan kajian manfaat dan dampak negatifnya yang sebelum diformulasikan dan dapat diterima oleh industri dalam negeri. Jangan dipaksakan sebuah kebijakan apabila menimbulkan beban bagi industri. Oleh karenanya GAMATRINDO mengusulkan agar tidak perlu adanya system sertifikasi tetapi dikembangkan pelatihan yang efektif tentang identifikasi dan pengelolaan PBDEs.