Evaluasi Akhir Tahun 2018

Menjelang  akan berakhirnya tahun 2018, pengurus GAMATRINDO mengajak semua pihak khususnya anggota GAMATRINDO untuk merenungkan permasalahan yang dihadapi industri lampu dalam negeri selama tahun 2018. Agar dapat diambil hikmahnya serta langkah berikutnya. Dari serangkain kegiatan yang melibatkan pengurus dan anggota GAMATRINDO, ternyata permasalahan standar masih menjadi isu utama, yang banyak memakan energi dan waktu.

Awal tahun 2018 dikejutkan dengan terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan Secara Wajib Standar Nasional Indonesia Dibidang Ketenagalistrikan. Didalam peraturan tersebut terdapat pemberlakuan secara wajib SNI Luminer Lampu. Sesuai dengan lampiran I butir 8, semua jenis SNI Luminer  Lampu yang sudah diberlakukan secara wajib sejak tahun 2009  dan tidak efektif sampai saat ini,  dimasukan kembali sebagai ketentuan yang berlaku secara wajib. Sementara itu, GAMATRINDO pada saat pembahasan sudah menyatakan secara lisan dan tertulis keberatan atas konsep kebijakan tersebut. Namun entah kenapa, keberatan industri lampu dalam negeri tidak didengar. Meskipun dalam UU  No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian dan PP No. 34 Tahun 2018 tentang Sistem Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Nasional mensyaratkan bahwa penerapan standar secara wajib  harus memperhatikan kesiapan dan kemampuan industri dalam negeri. Sampai saat ini tidak ada tanggapan secara resmi dari Kementerian ESDM atas surat keberatan dari GAMATRINDO.

Disamping juga ada upaya yang terus menerus oleh pihak lain untuk  mengusulkan diberlakukannya secara wajib SNI LED swaballast. Kembali disini, GAMATRINDO harus bereaksi dengan tegas, bahwa industri lampu dalam negeri untuk memproduksi lampu LED Swaballast masih dapat digolongkan sebagai infant industry. Sehingga pemberlakuan secara wajib SNI lampu LED swaballast akan menjadi beban, bukan menjadi unggulan dan tidak  akan meningkatkan daya saing industri lampu dalam negeri. Contoh kasus yang secara gambling dapat diliat pengalaman buruk dari penerapan SNI LHE  secara wajib. Penerapan secara wajib SNI LHE sejak tahun 2001, ternyata tidak efektif membendung impor, termasuk illegal, karena banyak celah yang dapat dimanfaatan dengan mudah. Termasuk teknologi LHE sudah dikuasai dengan baik oleh pabrikan dan dukungan Pemerintah di negara asal LHE impor.

Disamping itu, belum adanya dukungan kuat dari pihak-pihak terkait, sehingga sampai tahun 2018, industri lampu dalam negeri menjadi bagian dalam pengawasan barang beredar. Suatu faktor yang tidak dapat dibantah, bahwa dari satu sisi butuh adanya pertanggungjawaban anggaran yang telah digunakan, sementara disisi lain produk lokal secara mudah untuk ditelusuri dan ditindaklanjuti. Sementara itu, kalau ada masalah dengan produk impor, maka dengan mudah importir nakal menghilangkan jejaknya.

Belum persoalan satu selesai timbul lagi ide dari Pemerintah untuk membuat regulasi baru terkait dengan labelisasi hemat energi bagi LHE. Semula bersifat sukarela untuk LHE yang kurang dari 6500 K dan bersifat SDOC. Selanjutnya akan dikembangkan dengan melalui proses sertifikasi, sehingga akan menimbulkan beban biaya.

Pasar dalam negeri untuk lampu LHE masih ada, namun volumenya semakin turun. Dan pasar LHE  sebagian sudah ditinggalkan oleh pabrikan dari Tiongkok yang semula memproduksi LHE, sekarang sudah beralih memproduksi lampu LED. Sehingga dapat dikatakan industri lampu lokal sedang menikmati pasar LHE yang ditinggalkan oleh impor, karena dalam 3-4 tahun mendatang lampu LHE digantikan lampu LED. Seyogyanya Pemerintah memperhatikan perkembangan dari kedua jenis lampu tersebut. Dengan  memberikan kesempatan industri lampu LHE dalam negeri  untuk menikmati sunset industry LHE sebelum beralih sepenuhnya ke lampu LED secara nasional. Namun dengan adanya, konsep kebijakan tersebut timbul lagi kekuatiran bagi pelaku usaha , bahwa Pemerintah ingin mempercepat kematian industri LHE dalam negeri, melalui beban yang akan ditanggung dengan adanya proses sertifikasi.

Memasuki kuartal ke IV tahun 2018, kembali Pemerintah akan menerapkan standar minimum kinerja lampu LED swaballast. Dalam pembahasan internal GAMATRINDO, pemberlakuan kebijakan tersebut memberi kesan adanya target yang akan dicapai oleh Pemerintah. Seyogyanya Pemerintah melakukan tahapan dengan Risks Impact Assessment  (RIA). Sehingga suatu regulasi yang akan disusun seyogyanya lebih dahulu dikembangkan kesamaan pandang tentang rencana kebijakan tersebut dengan pelaku usaha khususnya dengan industri dalam negeri. sebagai pihak yang pertamakali akan mengalami dampaknya. Bukan pembahasan hanya dengan industri multinasional yang mempunyai jaringan secara global, disamping permodalan kuat bahkan siap mendanai pembahasan tersebut,

Mengutip seminar yang dilaksanakan oleh Sekretariat Negara, yang bertopik Surplus Regulasi Menurunkan Daya Saing, bahwa beban dari berbagai regulasi saat ini telah banyak menjadi keprihatinan industri lampu dalam negeri, dibandingkan dengan beban yang diterima oleh importir. Oleh karena itu cukup wajar bagi pelaku usaha bahwa apabila dirasakan beban regulasi tidak mampu lagi diatasi, maka perubahan bisnis dari produsen menjadi importir, suatu yang wajar. Sehingga pengurangan tenaga kerja akan dapat segera terwujud.

Menjelang akhir tahun 2018 timbul isu yang terbaru adalah, mengenai ada kenaikan 400% biaya pengurusan PPTI di Kawasan industri SIER, dengan basis perhitungannnya adalah nilai pasar dari daerah kawasan.                                                                                                    Sementara kawasan industri tersebut adalah milik Pemerintah, yang seyogyanya memberi keringanan dan kemudahan bagi industri yang berlokasi didalam kawasan. Kenaikan biaya tersebut suatu bentuk regulasi Pemerintah  yang samasekali tidak berpihak kepada program nasional industrilialisasi. Negara tetangga memberikan kemudahan untuk mencari lahan industri, dalam rangka menarik investasi.

Secara kasat mata bahwa untuk menjadi negara maju yang sejahtera, maka negara tersebut harus mempunyai industri yang kuat. Untuk itu industri yang  belum tumbuh harus ditumbuh kembangkan. Sedangkan industri yang sedang berkembang harus dilindungi dari persaingan tidak sehat. Oleh karena itu,  kesepakatan dan pemahaman untuk membangun industri  harus kuat dimiliki semua sektor, dan diimplementasi secara all out serta multidisplin. Perlu dihindari bahwa atas nama Undang- Undang, maka Kementerian/Lembaga terkait melaksanakan kebijakan sendiri-sendiri tanpa memperhatikan bagaimana susah payahnya membangun industri mulai dari proses ijin usaha, dan pembangunan sarana-prasarana, pengadaan fasilitas/permesinan produksi sampai produk siap untuk diedarkan dipasar.

Diakui atau tidak diakui  dalam kenyataannya semua regulasi yang sekarang diterbitkan Pemerintah sampai saat ini hanya menjadi beban bagi industri lampu dalam negeri, belum ada regulasi yang memberi stimulus mendorong kearah pertumbuhan.

Sehingga sampai akhir tahun 2018, tidak ada perubahan pola pendekatan dalam perumusan regulasi yang diterbitkan Pemerintah dibandingkan tahun 2017. Hal ini memberi kesan penerbitan regulasi merupakan dalam upaya untuk mencapai target kinerja, yang seharusnya memberi manfaat kepada pelaku usaha.

Isu penggunaan produksi dalam negeri masih menjadi slogan, belum terlihat komitmen kuat untuk melaksanakannya. Meskipun sudah bebagai aturan diperbaiki dan ditambah dengan aturan baru. Semangat penggunaan dalam negeri hanya tampak pada saat rapat dan seminar, sekedar menjadi catatan dan notulen rapat. Sehingga GAMATRINDO mempertanyakan keseriusan Pemerintah untuk membangun pasar dalam negeri bagi industri lokal. Kebijakan terakhir yang diterbitkan adalah Keputusan Presiden No.24 Tahun 2018 tentang Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri. Namun sampai saat ini, sampai menjelang berakhirnya tahun 2018, belum terdengar langkah yang telah dilakukan Pemerintah, atau Pemerintah melakukan langkah yang senyap, Wallahu a’lam.

Berdasarkan sambutan Gubernur Bank Indonesia dalam pertemuan Bank Indonesia akhir tahun 2018, bahwa pada tahun 2019 kondisi ekonomi global belum kondusif, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata dan penuh ketidakpastian akan berlanjut pada tahun 2019 Sehingga himbauan Gubernur BI untuk melakukan sinergi  untuk ketahanan dan pertumbahan merupakan suatu faktor yang sejak dahulu dinantikan. Semua kementerian dan lembaga Pemerintah bersama semua elemen masyarakat termasuk pelaku usaha harus sama-sama saling mendukung. Hilangkan semua faktor egoisme. Ciptakan saling mendukung bukan saling ingin mendapat pujian. Semua pihak tidak dapat mencapai keberhasilan dengan tangan sendiri, keberhasilan merupakan hasil kerja bersama. Harapannya adalah membangun kembali optimisme dunia usaha dalam menghadapi ketidakpastian global di tahun 2019, dengan berani untuk mengevaluasi kembali berbagai kebijakan/peraturan yang tidak produktif bahkan cenderung menghambat investasi dan inovasi. Semoga.