Analisis Dampak Regulasi Standar.

Dasar hukum.

Pihak luar yang mengatasnamakan asosiasi sampai saat ini masih berupaya menekan Pemerintah untuk memberlakukan secara wajib SNI lampu LED swaballas. Sebenarnya sejak tahun 2014 Pemerintah telah menerbitkan Undang Undang No.20 Tahun 2014 Tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. Selanjutnya dibutuhkan empat tahun untuk menerbitkan peraturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2018 Tentang Sistem Standardisasi dan Peniliaian Kesesuaian Nasional.

Sesuai dengan aturan dan perundangan tersebut, dalam pasal 25 ayat (1), (2) dan (3), diamanatkan bahwa dalam memberlakukan penerapan secara wajib SNI, maka Pemerintah harus mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan serta hasil analisis dampak regulasi. Dalam hal ini, GAMATRINDO secara lisan dan tertulis sudah menyampaikan posisinya untuk kesekian kalinya. Untuk itu, dalam tulisan ini, GAMATRINDO secara ringkas memyampaikan analisis dampak regulasi kebijakan penerapan secara wajib SNI lampu LED swaballas. Tulisan ini mudah-mudahan  memberi gambaran kepada  Pemerintah tentang kemampuan dan kesiapan industri lampu nasional, agar Pemerintah tidak salah dalam menentukan sikapnya tentang penerapan secara wajib SNI lampu LED swaballas, karena menyangkut keberlanjutannya, hidup atau matinya industri lampu dalam negeri.

Kejayaan industri lampu nasional.

Dengan tujuan agar Pemerintah dan semua pihak mendapat gambaran utuh industri lampu nasional, analisis ini diawali dengan sejarah singkat industri lampu dalam negeri, yang pernah menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Sejarah industri lampu nasional di Indonesia tidak dapat melupakan  perkembangan PT Sinar Angkasa Rungkut sebagai produsen lampu tertua di Indonesia dengan merek CHIYODA.  Lampu merek CHIYODA,  sudah melegenda dan memantapkan diri di dunia bisnis dan industri lampu di Indonesia dan sampai saat ini masih diproduksi. Salah satu produk yang diproduksi sampai saat ini dan sangat fenomenal  adalah lampu pijar Chiyoda 5 watt untuk dekorasi dan peternakan ayam. Peternak ayam sampai saat ini masih membutuhkan lampu pijar 5 watt. Berdasarkan pengalaman, penggunaan lampu pijar 5 watt memberikan efek panas yang cukup untuk menetaskan telur ayam menjadi anak ayam. PT. Hikari termasuk pemasok lampu pijar 5 watt sampai saat ini.

Pada awal berdirinya, pertengahan tahun 60-an, pemilik perusahaan PT. Sinar Angkasa Rungkut mengawalinya sebagai pedagang eceran  kecil lampu merek Chiyoda, yang selanjutnya berkembang menjadi produsen lampu pada tahun 1975. PT. Sinar Angkasa Rungkut terus  menanamkan investasi dan dukungan SDM yang berinovasi, hingga akhirnya berkembang menjadi  pabrik lampu terpadu. Fasilitas pabrik yang dimiliki terdiri dari pabrik gelas, pabrik filamen, pabrik kaps dan pabrik lampu. Merek CHIYODA pada tahun 1990an mampu menguasai  pasar lampu nasional sebesar 35%.  Produk PT. Sinar Angkasa Rungkut tidak hanya mampu memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) tetapi  juga Standar Internasional. Sehingga kepercayaan dunia juga telah diraih dengan 50 negara  tujuan ekspor antara lain  ke di Australia, Amerika, Eropa dan Afrika.

Perkembangan PT. Sinar Angkasa Rungkut diikuti oleh industri lampu lainnya seperti PT. Hikari. Saat itulah kejayaan industri lampu nasional mulai terwujud. Peningkatan kebutuhan lampu dipasar domestik telah mampu menarik investasi asing, sehingga berdirilah pabrik-pabrik lampu merek terkenal, seperti Philips, Osram, GE.

Pengalaman pahit penerapan secara wajib SNI lampu swaballas/LHE.

Seiring dengan krisis energi dan tuntutan dunia untuk melakukan penghematan energi, maka berkembanglah lampu yang dikenal dengan compact fluorescent lamp (CFL) atau Lampu Hemat  Energi (LHE). Sehingga konsumen pasar dalam negeri juga berubah orientasinya dari lampu pijar berpindah ke LHE. Perubahan ini menyebabkan meningkatnya permintaan lampu LHE. Sehingga industri lampu dalam  negeri mulai tumbuh dan berkembang untuk memperebutkan pasar domestik yang tumbuh pesat. Salah satu yang mendorong investasi di industri lampu LHE yaitu Bea Masuk  15% untuk impor lampu LHE  pada tahun 2005, sesuai program harmonisasi tarif tahap II melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/Pmk.010/2005 Tentang Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk. 2005-2010 Tahap Kedua.

Industri lampu lokal yang mengembangkan diri dengan fasilitas produksi lengkap untuk lampu LHE diantaranya adalah PT. Lighting Solution, PT. Hikari, PT. Panca Adhitya Sejahtera, selain PT. Sinar Angkasa Rungkut.

Dengan tujuan mulia untuk melindungi industri dalam negeri dari serbuan impor,  yang semakin dirasakan dampaknya pada  awal tahun 2000-an dan untuk meningkatkan daya saing, maka atas usulan asiosiasi perlampuan saat itu  Pemerintah menerbitkan kebijakan penerapan secara wajib SNI lampu LHE melalui Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.337/MPP/KEP/11/2001 tentang Penerapan Secara Wajib SNI Lampu Swaballast Untuk Pelayanan Pencahayaan Umum-Persyaratan Keselamatan (SNI 04-6504-2001) dan Revisinya. Mulai saat itu, diharapkan industri lampu dalam negeri semakin tumbuh berkembang dan tidak ada lagi lampu non SNI agar terjadi persaingan yang sehat.

Akan tetapi dari data statistik, impor lampu LHE di tahun 2001 sebesar USD 14,6 juta terus meningkat khususnya dari  China dan puncaknya pada tahun 2006 mencapai USD 45,5 juta, naik rerata selama lima tahun sebesar 15%.

Besarnya pasar domestik juga diperebutkan oleh impor lampu illegal, yang dilakukan dengan berbagai cara mulai dari under invoice, impor borongan, sampai penyelundupan melalui pelabuhan tikus yang tersebar diberbagai wilayah Indonesia. Sehingga kembali industri dalam negeri terpukul dan meminta bantuan Pemerintah agar melakukan pengawasan impor lampu  yang lebih ketat yaitu pemberlakuan Pre-Shipment Inspection (PSI) di pelabuhan muat yang lebih ketat. Pada pertengahan tahun 2007 terjadi penurunan nilai impor, turun drastis hanya mencapai USD 3,1 juta.

Selanjutnya dalam rangka menertibkan importir Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 56/M-Dag/Per/12/2008  Tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu. Sesuai  peraturan Menteri Perdagangan tersebut, untuk produk lampu LHE hanya boleh diimpor oleh IT-Produk Tertentu (IP), melalui pelabuhan  laut: Belawan di Medan, Tanjung Priok di Jakarta, Tanjung Emas di Semarang, Tanjung Perak di Surabaya, dan Soekarno Hatta di Makassar; dan/atau  seluruh pelabuhan udara internasional.

Meskipun impor lampu LHE melambat, namun demikian, kembali industri dalam negeri saat itu dibayang-bayangi dengan akan diberlakukannya kesepakatan dagang ASEAN-CHINA (ACFTA)  yang berlaku pada 1 Januari  2010. Sehingga sejak berlakunya kesepakaatan ACFTA semua impor lampu menjadi bebas  (BM 0%), sejak tahun 2010 impor lampu LHE mulai merangkak naik kembali. Sesuai dengan hasil kajian Kementerian Perindustrian tentang Dampak Implementasi CAFTA: Industri Nasional Kian Terancam (24 Maret 2011), maka dari data dilapangan juga diperoleh kesimpulan yang sama bahwa  industri lampu dalam negeri, yang semula importir, tidak mampu bertahan dan kembali menjadi importir. Sebagai importir mempunyai resiko yang lebih kecil dibandingkan bertahan menjadi produsen.

Dari angka statistik impor lampu LHE mencapai angka puncaknya yaitu sebesar USD 170,9 juta pada tahun 2013. Kenaikan impor secara legal juga diikuti dengan masih terjadinya impor lampu LHE illegal.  Kementerian Perdagangan pada tanggal 29 Oktober 2015 melakukan pemusnahan 60.000 lampu LHE tidak ber-SNI.

Meningkatnya impor lampu LHE legal maupun illegal pada tahun 2013, berkaitan dengan perkembangan poduksi lampu LED swaballas di China. Saat itu semua pabrik lampu LHE di China mesin peralatannya diganti dengan mesin peralatan untuk memproduksi lampu LED. Dampaknya adalah sisa produksi lampu LHE dilempar ke negara-negara yang pasarnya masih bagus termasuk Indonesia, secara legal maupun ilegal. Bahkan  mesin peralatan lampu LHE yang sudah tidak terpakai ditawarkan kepada industri dalam negeri. Walaupun saat ini lampu LHE sudah mulai diganti oleh lampu LED swaballas, akan tetapi permintaan lampu LHE masih ada. Dalam satu-dua tahun kedepan akan berakhir digantikan oleh lampu LED. Saat ini sudah sangat sulit mendapatkan bahan baku/komponen untuk pembuatan lampu LHE dari China

Pelajaran yang dapat diambil dari hal ini, masuknya barang impor tidak dapat dihambat oleh kebijakan penerapan secara wajib SNI. Struktur industri dalam negeri yang sangat lemah menjadi masalah utama. Struktur industri lemah berakibat kepada ketergantungan impor bahan baku/komponen. Sehingga negara lain yang menjadi sumber bahan baku/komponen dan menguasai teknologi dapat dengan mudah untuk memenuhi apapun standar yang dipersyaratkan  oleh negara tujuan ekspor. Sebaliknya yang terjadi pada industri nasional saat ini, produksi tergantung dari pasokan industri dinegara asal bahan baku/komponen. Kasus virus Covid-19 di negara China saat ini, sudah mulai dirasakan dampaknya dengan terganggunya pengiriman bahan baku/komponen lampu LED yang mengganggu produksi.

Pada era pasar domestik yang terbuka seperti saat ini, kebijakan penerapan secara wajib SNI bukan cara yang efektif untuk menghambat impor. Penguatan struktur industri nasional dan penguasaan teknologi merupakan cara yang ampuh untuk menghambat impor dan menjadi negara yang mandiri, seperti negara China, Korea Selatan saat ini.

Efektifitas Pengawasan.

Pengawasan atas barang yang beredar dipasar yang efektif salah satu prasyarat agar penerapan SNI secara wajib dapat diterapkan dengan efektif pula. Namun demikian,  pengawasan barang beredar dipasar mendapat tantangan berat. Luas bentang wilayah Indonesia dengan ribuan pulau yang tersebar menjadi hambatan yang paling berat harus dapat diatasi. Terdapat lebih 1200 pelabuhan informal yang harus diawasi dan menurut Kementerian Perdagangan terdapat sekitar 130 pelabuhan tikus yang tidak dapat dijangkau oleh pengawasan. (Berita Industri 15 Oktober 2015).

Dilain pihak dalam upaya memecahkan masalah hambatan barang impor di pelabuhan, dwelling time, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 28 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pemeriksaan Tata Niaga Impor Diluar Kawasan Pabean (post border). Peraturan ini mempunyai konsekuensi semakin mudah barang impor masuk kepasar dan semakin banyak dibutuhkan aparat pengawasan serta dibutuhkan koordinasi yang lebih baik lintas instansi dan Pemerintah  Daerah. Sementara itu, diakui atau diakui dilapangan, koordinasi lintas sektor sampai saat ini masih jauh dari harapan pelaku usaha, apalagi dengan Pemerintah Daerah. Pelaku usaha yang nakal  melihat celah itu dan dapat memanfaatkannya, agar dapat memasukan barang dengan mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.

Kementerian Perdagangan setiap tahun selalu melaksanakan pengawasan barang yang beredar untuk berbagai produk dan banyak sudah hasil pengawasan yang dimusnahkan. Namun demikian, penyelundupan tetap terjadi dimana-mana. Pada akhir tahun 2019, dari hasil serangkaian pengawasan, Kementerian Perdagangan telah memusnahkan ribuan berbagai barang impor ilegal termasuk lampu karena tidak dilengkapi izin dan tidak ada sertifikat mutu produk sesuai SNI yang berlaku. Nilai ribuan barang impor tersebut mencapai estimasi nilainya hampir Rp15 miliar.

Disisi lain, penerapan secara wajib SNI, ternyata juga dimanfaatkan oleh oknum aparat/petugas pengawas untuk kepentingan pribadi dengan berbagai modus. Banyak peristiwa yang menimbulkan gangguan ketidaknyamanan berusaha bagi produsen dalam negeri. Dalam hal ini, seperti ada oknum pengawas yang hanya memilih produk yang mencantumkan alamat perusahaan yang jelas sebagai objek pengawasan. Pengawasan yang tidak berpihak kepada industri dalam negeri dapat menimbulkan trauma bagi industri dalam negeri termasuk pedagang pengecernya. Pelaku usaha umumnya tidak mau berurusan yang sifatnya berkepanjangan, karena ada resiko terhadap keberlanjutan usahanya didalam negeri.

Oleh karena itu, dukungan Pemerintah melalui konsep pengawasan dalam rangka pembinaan kepada industri dalam negeri sangat dibutuhkan. Agar tidak  menimbulkan kesan pengawasan dilakukan laksana berburu di kebun binatang. Beberapa informasi dari pihak-pihak terkait, pengawasan barang beredar dinegara lain dilaksanakan dengan pendekatan yang bersifat  pembinaan kepada industri dalam negeri, karena menyangkut ketersedian lapangan kerja dan kemandirian bangsa.

Sehingga kebijakan Pemerintah melalui penerapan secara wajib SNI harus diikuti dengan konsep pengawasan barang beredar yang terkoordinasi lintas sektor dan Pemerintah Daerah dalam rangka melindungi industri dalam negeri.

Daya saing.

Sering kita mendengar salah satu tujuan mulia dari penerapan secara wajib SNI adalah meningkatkan daya saing industri dalam negeri. Sementara itu, pelaku usaha mempunyai rumusan daya saing yang sederhana yaitu daya saing akan meningkat apabila industri mampu membuat barang dengan kualitas sesuai standar atau lebih tinggi dengan harga yang murah atau bersaing dengan barang sejenis.

Dalam kasus lampu LHE, penerapan secara wajib SNI lampu LHE terbukti tidak mampu menurunkan angka impor. Impor meningkat berarti harga barang impor mampu memberikan harga yang lebih kompetitif dibandingkan harga barang lokal dengan kualitas sama. Semenjak dibukanya pasar ASEAN-China, maka semua industri komponen dalam negeri segera tutup. Akhirnya semua komponen lampu lebih ekonomis diimpor dari China. Hal ini sebagai bukti bahwa barang impor lebih kompetitif dan bukti daya saing industri lampu nasional sudah menurun karena bahan baku/komponen harus diimpor.

Maraknya lampu impor illegal telah mempercepat penurunan daya saing industri dalam negeri, yang titik akhirnya adalah penutupan pabrik. Menurunnya daya saing industri lampu di Indonesia diperkuat indikasinya oleh penutupan pabrik lampu  pemilik merek terkenal seperti Osram, Philips, Panasonic dan GE meskipun disertai berbagai alasan. , yang sebenarnya mempunyai modal dan SDM yang kuat. Sementara itu, sampai saat ini pabrik lampu lokal masih mencoba untuk bertahan seperti PT. Sinar Angkasa Rungkut, PT. Lighting Solution, PT. Hikari, PT.Panca Adhitya Sejahtera.

Meskipun bukan penyebab utama penurunan daya saing, namun penerapan secara wajib  SNI terbukti hanya menjadi beban bagi industri kalau tidak didukung oleh kebijakan lintas sektor yang dapat saling melengkapi. Penerapan secara wajib SNI hanya bersifat memberi tanda bahwa produk tersebut sesuai SNI, tetapi  tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan peningkatan daya saing.

Lampu LHE dan lampu LED swaballas.

Karakter lampu LHE dan lampu LED swaballas mempunyai kesamaan dalam fungsinya sebagai alat penerangan untuk pencahayaan umum. Dalam aspek standar saftey kedua lampu tersebut  juga mempunyai kesamaan parameter dengan cara uji yang sama namun dalam parameter tertentu terdapat perbedaan seperti parameter fotobiologis/blueray. Perbedaan lain yang menonjol adalah teknologi LED sudah ramah lingkungan dan lebih hemat energi. Tidak diperlukan lagi bahan mercury seperti halnya lampu LHE. Semua bahan baku/komponen diproses dan dirakit menjadi lampu LED swaballas yang lebih aman daripada lampu LHE. Proses perakitan lampu LED swaballas dapat dilakukan secara rumahan, tidak diperlukan fasilitas yang besar dan rumit. Oleh karena itu, di negara China komponen lampu LED swaballas dijual dalam keadaan terurai dan siap dirakit oleh konsumen sendiri dengan peralatan solder sederhana.

Teknologi LED chips sebagai sumber utama cahaya dari semua jenis lampu LED, pada saat ini masih terus dikembangkan. Oleh karena itu,  setiap saat teknologi LED chips yang baru diproduksi akan menjadi sumber inovasi dari pembuatan berbagai jenis dan spesifikasi lampu LED.  Sehingga  tidak mengherankan apabila berbagai bentuk dan spesifikasi lampu LED dapat berubah setiap waktu. Tuntutan dari perubahan cepat teknologi LED chips inilah yang dikuatirkan terganggu oleh system sertifikasi SNI yang masih konvensional, yang masih membutuhkan waktu yang lama dibandingkan perubahan teknologi LED chips.

Sementara itu, pada lampu LHE, teknologi untuk dapat menghasilkan cahaya sudah tidak berkembang lagi, demikian pula bentuk lampu LHE hanya mengalami perubahan pada tabung kacanya diawali dari bentuk U terus berkembang kebentuk ulir.

Oleh karena itu, berdasarkan kondisi iklim usaha saat ini dan pengalaman yang terjadi, maka tidak efektifnya kebijakan penerapan secara wajib SNI lampu LHE harus menjadi bahan pembelajaran dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan penerapan secara wajib SNI lampu LED swaballas.

Kesimpulan:

Berdasarkan hal-hal tersebut dan  realita perjalanan bisnis industri lampu di Indonesia sampai saat ini, maka regulasi penerapan secara wajib SNI lampu LED swaballas mempunyai dampak sebagai berikut:

  1. Tidak akan dapat menghambat impor lampu LED swaballas, karena SNI bukan menjadi hambatan bagi negara yang menguasai teknologi LED chips dan mempunyai industri komponen lampu LED. Seperti negara China saat ini yang menjadi  pemasok utama lampu LED didunia.
  2. Pada saat ini iklim usaha belum mampu mendukung pertumbuhan industri lampu dalam negeri. Realita dilapangan saat ini bahwa menjadi importir jauh lebih nyaman dengan resiko minimal dibandingkan menjadi produsen. Sehingga kebijakan penerapan secara wajib SNI LED swaballas hanya menambah beban biaya  bagi perusahaan untuk bersaing dengan importir, dan hanya menguntungkan pihak tertentu saja.
  3. Suatu yang tidak bisa dibantah, bahwa perusahaan lampu multinasional dengan modal tidak terbatas sudah hengkang dari Indonesia. Namun dengan merek yang sudah dikenal baik dan dengan memperkuat modal, perusahaan multi nasional, tetap gencar melakukan promosi lampu dipasar domestik. Hal ini, sebagai bukti potensi pasar lampu dalam negeri masih menjanjikan, namun produsen lampu lokal tidak mampu bersaing dengan importir.
  4. Industri berdaya saing adalah industri yang mampu memproduksi barang berkualitas dengan harga bersaing. Daya saing industri hanya dapat ditingkatkan dengan memperkuat struktur industri didalam negeri dan membutuhkan dukungan lintas sektor yang saling melengkapi untuk mewujudkannya.
  5. Banyaknya regulasi yang hanya membebani industri di Indonesia selalu dikeluhkan oleh pelaku usaha termasuk Presiden Joko Widodo. Realita dilapangan sampai saat ini, belum ada kebijakan yang efektif dapat memberi manfaat dan meningkatkan daya saing dan penetrasi pasar kepada industri dalam negeri. Regulasi hanya menambah keruwetan dan beban biaya kepada industri dalam negeri.
  6. Saat ini, industri lampu LED swaballas nasional yang sudah memiliki fasilitas mesin dan peralatan produksi dan bukan hanya sebagai perakitan lampu, jumlahnya tidak lebih dari lima perusahaan, yang masih mencoba bertahan hidup agar tidak terjadi PHK, dengan tingkat utilisasinya kurang dari 10%.
  7. Memperhatikan dinamika perkembangan teknologi LED chips saat ini, maka belum ada negara lain yang sudah menerapkan secara wajib standar safety lampu LED swaballas (SNI IEC 62560:2015). Sehingga, penerbitan kebijakan penerapan secara wajib SNI lampu LED swaballas dapat dikuatirkan sebagai  bentuk ketidakpahaman terhadap perkembangan teknologi lampu LED atau hanya melanjutkan tradisi kebijakan penerapan secara wajib semua SNI yang sudah diterbitkan.  Kebijakan tersebut sebenarnya sudah tidak sesuai  dalam era industri 4.0.  Saat ini telah berkembang lampu smart LED, yang dapat dikendalikan dari jarak jauh.
  8. Kebijakan penerapan secara wajib SNI lampu LED swaballas berpengaruh kepada nasib dan kelanjutan usaha industri lampu dalam negeri. Untuk itu, dalam pembahasan kebijakan nasional Pemerintah sebagai pembina industri dalam negeri tidak dapat melibatkan pihak lain yang mempunyai kepentingan mewakili industri di negara lain. Pemerintah negara lain juga tidak pernah memberi kesempatan kepada wakil industri dari Indonesia untuk ikut membahas kebijakan penerapan secara wajib standar dinegaranya.
  9. Luas bentang wilayah Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau yang tersebar, dan adanya dukungan kebijakan yang lebih memudahkan barang impor masuk, serta permasalahan koordinasi antar instansi/Pemerintah Daerah yang masih jauh dari harapan menyebabkan tidak ada jaminan pengawasan barang non-standar akan efektif.

Analisis ringkas dampak regulasi kebijakan penerapan secara wajib SNI, sesuai yang diamanahkan dalam aturan dan perundangan yang berlaku, dapat menjadi bahan pertimbangan bagi semua pemangku kepentingan yang masih peduli dengan keberadaan industri lampu di Indonesia. Semoga.